KEKERASAN TERHADAP MAJIKAN

Dari beberapa kasus, ada pula kekerasan yang dilakukan Pembantu Rumah Tangga (PRT) terhadap majikannya

    GABUNG HARI INI BERSAMA SEKOLAH INTERNET MARKETING TERBESAR DI INDONESIA

    DAPATKAN DISCOUNT 25% UNTUK BULAN PERTAMA

    _______________________________________________________________________

Sabtu, 11 Agustus 2007

Kamis, 13/10/2005 11:46 WIB

Pembantu Kabur, Bayi Ditinggalkan Menangis di Taman Rita Uli Hutapea


– detikHot Jakarta, Anda biasa meninggalkan putra-putri tercinta bersama pembantu Anda di rumah? Berhati-hatilah agar kejadian ini tidak menimpa buah hati Anda.

Seorang bayi berusia satu tahun ditinggalkan begitu saja di taman oleh seorang pembantu rumah tangga (PRT) asal Indonesia. Bayi mungil itu hanya bisa menangis sambil merangkak di sekitar taman rumahnya di Taman Sungai Kapar Indah, Malaysia

Selama hampir dua jam, bayi laki-laki tersebut berada di bawah terik sinar matahari. Untunglah pada pukul 15.40 waktu setempat, seorang tetangga melihat dan langsung menolong bayi yang mengalami dehidrasi itu. Demikian seperti diberitakan media lokal, The Star, Kamis (13/10/2005).

Ayah sang bayi, Yuhairie Pandak Yusof mengatakan, pembantu mereka, Kusnaini, kabur dengan mengunci pintu depan rumah. Namun gerbang rumah dibiarkan terbuka oleh perempuan Indonesia berumur 30 tahun itu.

"Saya sulit membayangkan apa yang akan terjadi jika anak saya jatuh ke got besar di depan rumah saya, atau merangkak ke jalan utama," tutur Yuhairie yang berprofesi sebagai pengacara.

Sang bayi terlihat sangat terguncang dengan peristiwa itu. Dia terus-terusan memeluk ibunya dengan erat sejak dijemput dari rumah tetangga yang menemukannya.

"Anak saya masih syok. Saya dan istri saya sedih melihat keadaan dia seperti ini," ujar Yuhairie. Pengacara itu telah melaporkan kasus ini ke polisi. Sejauh ini belum diketahui di mana keberadaan PRT yang kabur itu. (ita/)

Sumber : http://www.detikhot.com/index.php/stuff.read/tahun/2005/bulan/10/tgl/13/time/114656/idnews/460619/idkanal/10

Selengkapnya!

Beri Air Kencing ke Majikan, TKW Indonesia Dipenjara


Kapanlagi.com - Seorang pembantu rumah tangga asal Indonesia, yang menuang air kencing ke minuman majikannya, dihukum penjara dua pekan oleh pengadilan Hongkong.
Duladi Sunartin (27 tahun), dua kali memalsukan air minum majikan perempuannya, yang berusia 34 tahun, sebagai balasan atas bentakan terhadap dirinya, kata harian berbahasa Cina "Apple Daily".

Pembantu itu kepada pengadilan mengaku melakukan hal tersebut karena dicacimaki sebab berperilaku jelek. Dia juga mengaku diperlakukan buruk oleh majikannya.

Perkara itu terungkap ketika sang majikan, yang sedang istirahat cuti hamil, menanyakan bau aneh di air minumnya.
Sunartin mengaku dan sebotol air kencing serta satu teko air ditemukan di kamar tidurnya. (*/rit)

Sumber : http://www.kapanlagi.com/h/0000149349.html

Selengkapnya!

Disuruh Mandi Tiap Hari, PRT Filipina Bunuh Anak Majikan


Kapanlagi.com - Harga yang harus dibayar oleh salah seorang majikan di Kuwait gara-gara menyuruh pembantunya mandi setiap hari ternyata terlalu mahal yakni mengorbankan seorang anaknya dan dua lainnya luka-luka terkena tusukan benda tajam.

Kisah lengkapnya seperti dilaporkan harian Al-Raai Al-Aam, Kuwait, Senin (08/01), majikan perempuan yang menyuruh pembantu asal Filipina itu untuk mandi setiap hari telah membangkitkan rasa dendam dalam hati sang pembantu.

Tujuan sang majikan menyuruh madi setiap hari untuk menjaga kebersihan tubuh Fisinia Mai, demikian dilaporkan nama pembantu rumah tangga (PRT) tersebut. Namun Mai tidak begitu saja menerima perintah majikannya.
Ia sempat menelpon beberapa rekan sesama PRT untuk menanyakan apakah mereka diperintah hal yang sama.

Ketika mendapat jawaban sebaliknya, api dendam Mai semakin menyala dan merencanakan melampiaskan kepada ketiga anak sang majikan.
Mai akhirnya berhasil membunuh Salim, anak majikannya lalu menusuk dua saudara Salim lainnya yakni Abdullah dan Hajar namun nyawa keduanya berhasil diselamatkan.
Mai memperkirakan kedua saudara Salim juga meninggal.

Untuk menghilangkan jejak, Mai berusaha bunuh diri dengan meloncat dari atas rumah majikan. Saat diinterogasi pihak berwajib, PRT tersebut masih tergeletak di salah satu rumah sakit setempat dalam keadaan kritis.

Pihak majikan tidak menyangka perintah baik berupa mandi setiap hari itu berakibat sangat fatal ketika anaknya Salim yang dikenal sebagai siswa berprestasi di sekolahnya menjadi korban akibat perintah mandi tersebut.(*/lpk)

Sumber : Http://www.kapanlagi.com/h/0000151954.html

Selengkapnya!

Kamis, 09 Agustus 2007


Pembantu Baru Pembawa Petaka

"HANYA SEBENTAR KAMI BERSAMA SI KECIL AMANDA"


Baru dua hari bekerja di rumah majikannya seorang pembantu rumah tangga (PRT) tega menghabisi anak majikan. Hanya gara-gara si anak rewel. Peringatan bagi suami-istri yang bekerja.

Kota Bandung begitu mendung Sabtu (28/1) lalu. Suasana muram kota semakin tampak di sebuah rumah di Jalan Antapani Lama Gang Abah. Penghuni rumah menunjukkan wajah-wajah duka, terutama pasangan Nuriman (31) dan Neneng Faridatus Sholihah (25). Wajah mereka begitu berkabut.

"Belum lama ini anak pertama yang kami rindukan, Amanda Talitha Zakiyah (2,5 bulan) meninggal. Tak saya sangka, dia meninggal dibunuh Euis, pembantu kami," tutur Neneng saat ditemui di rumah orang tuanya.

Neneng menghela napas panjang. Sesaat kemudian, ia melanjutkan rintihannya, "Rasanya enggak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Perasaan saya sangat sedih. Bayangkan, saat terakhir kali bertemu Amanda, dia masih sehat dan ketawa-ketawa. Hanya tiga jam kemudian, dia sudah meninggal," ujar Neneng yang saat wawancara ditemani suami dan kerabatnya.

KABAR DUKA SAAT MENGAJAR
Cerita duka itu terjadi di rumah Neneng di Perumahan Mustika Jaya, Bantar Gebang, Bekasi. Hari itu Rabu, Rabu (25/1), seperti biasa Neneng berangkat mengajar di SD Al Azhar, Bekasi. Biasanya ia pergi bersama suaminya yang bekerja di sebuah perusahaan asing. "Saya berangkat lebih cepat karena ada acara tadarusan di sekolah. Saya naik ojek," tutur Neneng mengisahkan.

Sang suami, sebelum berangkat kerja lebih dulu mengantarkan ibunda Neneng, ke terminal. "Ibu akan akan pulang ke Bandung setelah beberapa hari mengajari Euis bagaimana cara merawat bayi. Mulai dari mandiin, memberi susu botol, hingga menidurkan. Euis memang perlu diajari karena baru dua hari kerja di rumah kami," papar perempuan berkulit bersih ini.

Tanpa firasat apa pun, Neneng dengan tenang mengajar. Sekitar tiga jam kemudian, saat mengajar Neneng menerima telepon dari Ny. Iwan, tetangga sebelah rumah. "Bu Iwan minta agar saya cepat pulang. Katanya, bibir Amanda biru. Begitu menutup telepon, saya bertanya-tanya kenapa Amanda seperti itu."

Dengan rasa waswas, Neneng minta izin pada atasannya. Sekian detik kemudian, Ny. Iwan kembali menelepon. Kali ini, dada Neneng berdebar kencang. Tetangganya itu mengabarkan agar Neneng secepatnya pulang karena rumahnya ada kejadian gawat darurat. "Setelah dapat izin pulang, saya menelepon suami saya agar dia juga segera pulang. Perasaan saya sudah tak karuan."

Sampai rumah, jantung Neneng serasa mau copot melihat tetangganya sudah ramai berdatangan. Begitu masuk ke rumah, Neneng langsung menjerit histeris menyaksikan pemandangan yang mengenaskan. Berkali-kali ia memukul dinding kamarnya. "Bayangkan, Amanda sudah meninggal."

Neneng segera saja menanyai pembantunya. Namun, Euis menjawab seakan tanpa salah. "Enggak tahu Bu. Setelah saya mandiin, adek lantas meninggal," ujar Euis seperti ditirukan Neneng. "Euis menjawab dengan ringan sambil mengeringkan rambutnya. Wajahnya juga seperti orang tak bersalah," tutur Neneng yang begitu terpukul.

TERDAPAT LUKA MEMAR
Tak lama kemudian, suaminya sampai di rumah. Para tetangga pun berinisiatif membawa si kecil Amanda ke Rumah Sakit (RS) Mitra Keluarga, Bekasi. Sayup-sayup Neneng mendengar, ada yang mengatakan bayinya tengah mati suri. "Sepertinya ada secercah harapan," kata Neneng yang saat itu langsung pingsan.

Harapan Neneng tinggal harapan. Amanda telah meninggal. Dokter melihat, hidung Amanda menghitam. Di belakang leher juga terdapat memar dan leher depan terdapat bekas cakaran kuku. Artinya, Amanda meninggal secara tak wajar. Dokter pun lapor polisi. Tak lama kemudian, polisi datang ke rumah Neneng dan melakukan pemeriksaan. Kecurigaan memang mengarah pada Euis, satu-satunya penghuni rumah.

"Dug, rasanya jantung saya copot. Betapa sakitnya Amanda saat dianiaya Euis. Betapa hancur hati saya. Kenapa bayi masih merah itu harus menerima perlakuan tak senonoh dari Euis," ujar Neneng seraya mengatakan, keesokan harinya jasad Amanda dimakamkan di TPU Gadong Cibuntu. Untuk menenangkan kegalauan hatinya, sorenya Neneng dan suami tinggal di rumah orang tua mereka di Bandung.

Peristiwa ini jelas membuat Neneng amat berduka. "Ternyata, kami hanya sebentar diberi kepercayan bersama Amanda. Padahal, Amanda sedang lucu-lucunya. Kalau diajak bercanda, mulutnya manyun ke kiri dan kanan. Apalagi kalau diberi ASI, matanya sampai melotot-lotot seperti menikmati," kisah Neneng.

Sambil bercerita, Neneng memperlihatkan foto Amanda yang terlihat montok. Foto itu diambil tiga hari sebelum kepergiannya. Tak puas-puasnya Neneng mengamati foto bayi mungil itu. Wajah Neneng kembali murung. "Sebagai umat beragama saya memang memaafkan Euis, tapi dia harus bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya," lanjut alumni IAIN Bandung ini.

Neneng mengungkapkan, memang susah mencari pembantu yang cocok. Sejak hamil, Neneng mengaku sudah punya pembantu. Namun, pembantunya ini memilih keluar. Sampai Neneng melahirkan, ia belum juga dapat pembantu. "Sebelum masuk kerja lagi, saya tak henti-hentinya cari pembantu. Setelah lebaran haji lalu, kakak saya menawari pembantu asal Bogor. Euis mengaku mau bekerja, dari pada mikirin suaminya yang baru saja meninggal. Tak saya sangka, dia malah menimbulkan bencana."

JATUH DARI GENDONGAN
Saat ditemui NOVA Jumat (27/1), Euis Sobariah (31) memang mengaku baru saja ditinggalkan suaminya. "Baru tadi malam peringatan 40 hari meninggalnya suami saya. Nah, saya ingin kerja setelah suami meninggal. Sebenarnya, Ibu dan saudara-saudara melarang saya kerja. Mereka menyuruh saya untuk menenangkan pikiran terlebih dulu. Tapi, saya orangnya ngotot kalau sudah punya kemauan."

Wanita bertubuh kurus ini pantas menyesal, karena keinginan itulah yang kemudian mengantarnya ke tahanan. Euis mengisahkan, ia mulai dijemput Selasa (24/1) pukul 01.00. "Bu Neneng tampak begitu baik saat di depan orang tua saya. Namun, sikapnya berubah ketika saya sampai di rumahnya. Tengah malam itu juga, saya langsung disuruh bekerja. Padahal saya kedinginan dan ngantuk. Tapi, dia memaksa," ujar Euis.

Selama bekerja di sana, lanjut Euis, Neneng sering mengucapkan kata-kata kasar. Selain itu, "Tugas yang satu belum selesai, sudah disuruh mengerjakan yang lain. Begitu terus sampai saya pusing sendiri, mana yang harus dikerjakan dulu? Padahal, awalnya dia bilang tugas saya hanya mengasuh anak."

Kekesalan Euis kian bertambah karena majikan prianya, Nuriman, yang akrab disapa Nunu, juga mengasarinya. Kekesalan Euis mencapai puncaknya pada hari kejadian itu. "Sebelum berangkat kerja, Bu Neneng menyuruh saya membersihkan rumah yang kotor. Dia juga memberi beberapa tugas lain. Padahal enggak usah dikasih tahu, saya juga akan bersihkan," ucapnya kesal.

Setelah Neneng dan Nunu pergi, Euis mengaku mulai bekerja. Ia memandikan Amanda. Lalu, memberinya susu dan menidurkannya di dalam kelambu. "Saat saya sedang mencuci baju, Amanda terbangun dan menangis. Sejak saya datang, anak itu memang sering menangis."
Euis mengaku mematikan mesin cuci dan menggendong Amanda. "Saya gendong dia sambil mengepel. Dia tetap saja menangis. Setelah menutup pintu dapur, saya terpeleset. Amanda terjatuh dari gendongan saya. Dia terbentur tembok," papar Euis.

Melihat anak majikannya terluka, Euis mengaku malah bertambah jengkel. Euis membenturkan wajah Amanda ke tembok berkali-kali. Ia juga memukul punggung bayi. "Hidungnya jadi merah dan mengeluarkan darah. Setelah itu saya bawa ke tempat tidur. Tak lama kemudian, napasnya, tersengal-sengal. Lalu, dia diam seperti meninggal."

Selanjutnya, Neneng mengaku lapor tetangga. "Saya tidak ada niat kabur, kok. Saya menyesal telah membuat Amanda meninggal," jelas Euis yang kapoon jadi pembantu. "Setelah ke luar penjara saya akan kerja di rumah saja, membantu Ibu."

Euis pun diancam melanggar KUHP pasal 351 ayat 3 KUHP. "Sebagai barang bukti, kami mengamankan kaus warna kuning dan celana panjang kaus warna putih milik korban," ujar Kasat Reskrim Polres Metro Bekasi Kompol Suwondo Nainggolan, Sik.

Bercermin dari kasus ini, Nainggolan menyarankan agar pasangan suami istri yang kedua-duanya bekerja, tidak meninggalkan anak hanya dengan pembantu atau pengasuh. "Sebaiknya ada pihak ketiga yaitu famili yang ikut mengawasi, misalnya mertua atau saudara. Memang tidak menjamin sepenuhnya aman karena banyak juga kasus penganiayaan anak yang melibatkan famili. Setidaknya ini pencegahan yang cukup efektif."

Sumber : http://www.tabloidnova.com/articles.asp?id=10814&no=2


Selengkapnya!

Ulah Keji Pembantu Baru

SI SULUNG DIHABISI SI BUNGSU DISAKITI


Musibah berat dialami keluarga yang tinggal di Bojonggede, Bogor (Jabar) ini. Pembantu yang baru 10 hari bekerja, diduga membunuh dan menganiaya dua anak mereka. Motifnya, diperkirakan ingin menguras harta majikannya.

Si kecil Melani Permatasari (9) mengerang kesakitan di ruang perawatan sebuah rumah sakit di Jakarta. Selang infus menempel di tubuhnya. Sekitar telinga bagian kiri lebam-lebam, juga tangan dan bagian lain tubuhnya. Dengan penuh kesabaran, ibunda Melani, Rahayu (40) menenangkan putri bungsunya. "Tenang Nak, Ibu ada di sini," ujar Rahayu penuh kasih, Jumat (19/12) siang itu.

Sesaat kemudian, Rahayu mengungkapkan, keadaan Melani jauh lebih baik ketimbang hari sebelumnya. Kendati demikian, "Kalau malam, dia sering gelisah. Mungkin teringat peristiwa yang ia alami," ujar Rahayu yang selalu menemani putrinya.
Ada kejadian apa? Ternyata, Melani bukan sakit biasa. Namun, ia jadi korban penganiayaan yang diduga dilakukan pembantu Rahayu, Din Susilo. Bahkan, sang pembantu juga diduga menewaskan kakak sulung Melani, Dedy Hermawan (23).

KICAU BURUNG KEMATIAN
Rahayu yang wajahnya tampak letih mengisahkan, peristiwa mengenaskan itu terjadi Senin (15/12) lalu. Kala itu sekitar pukul 07.30, ia baru pulang dari belanja di Pasar Citayam. Sampai di rumahnya Kelurahan Pabuaran, Bojonggede (Jabar), ia terkejut ketika David, anaknya yang sekolah di SMA Penabur sudah di depan rumah. Rupanya, David ketinggalan kereta sehingga ia tidak jadi masuk sekolah. "David tak bisa masuk karena semua pintu rumah terkunci," ujar Rahayu.

Perasaan tak enak langsung menyergap batin Rahayu. Apalagi, semua jendela rumah juga tertutup gorden. Ia membayangkan sesuatu yang buruk menimpa anaknya, Dedy dan Meilani, yang ketika ditinggal di pasar ada di rumah. Sementara suami sedang ke Jakarta membeli bakso untuk keperluan dagang mi ayam yang baru dua bulan ini ditekuni. "Saya langsung minta tolong pada Pak RW, mungkin pembantu saya berbuat yang tidak-tidak," ujar Rahayu.

Pak RW Damanhuri, saat itu ada di kebun, tak jauh dari rumah Rahayu. Lantaran semua pintu terkunci, Damanhuri menjebol pintu belakang, yang menurut Rahayu paling gampang dibongkar. David menyusul masuk bersama Damanhuri. Ketika pintu terbuka, dengan perasaan tak enak Rahayu segera memasuki rumahnya. "Saya melihat, Pak RW sudah membopong tubuh Melani yang sudah bersimbah darah. Kata Pak RW, Melani harus cepat ditolong. Beliau mengantarkan Melani ke rumah sakit."

Belum sepenuhnya sadar apa yang terjadi, David mengabarkan bahwa Dedy, kakak sulungnya, tergeletak di dapur. Segera saja Rahayu merangkul tubuh kurus Dedy yang ternyata sudah tak bernyawa. "Puji Tuhan, saya bisa tegar. Saya berdoa di depan jasad Dedy, semoga ia berada di pangkuan Bapa di sorga. Mungkin ini jalan terbaik buat Dedy yang selama hidupnya sering sakit-sakitan," ujar perempuan berdarah Kalimantan yang lahir di Malang (Jatim) ini.

Sebenarnya Rahayu ingin menghubungi ponsel suaminya. Namun, kabel telepon rumahnya diputus. "Saya pinjam telepon tetangga sekaligus memberitahukan kejadian ini. Banyak tetangga yang berdatangan untuk membantu saya," papar Rahayu. Keesokan harinya, jasad Dedy dikebumikan di TPU Kali Mulya.

Meninggalnya Dedy seakan menjawab perasaan tak enak yang bergelayut di hati Rahayu. "Hari sebelumnya, saya mendengar kicau burung yang menurut kepercayaan masyarakat tanda kematian," ujar Rahayu. Yang lebih aneh lagi, lanjut Rahayu, di angkutan umum sepulang belanja, "Tiba-tiba saja terlintas di benak saya ketika Dedy masih bayi. Dia saya dekap. Mungkin saat itu bertepatan dengan dia dipanggil Tuhan. Atau mungkin dia ingin pamitan."

Kuat dugaan Rahayu, pelaku pembunuhan dan penganiayaan berat adalah Din Susilo, pembantunya yang baru 10 hari bekerja di rumahnya. Pasalnya, Din menghilang dari rumah. Lagi pula, uang Rp 5 juta di lemari serta VCD hilang. "Kalau mau merampok, kenapa mesti tega membunuh anak saya. Apalagi Melani keadaannya sakit. Sudah beberapa hari dia demam, makanya hari itu dia tidak sekolah," lanjut Rahayu seraya mengungkapkan ciri-ciri fisik Din. "Dia tidak terlalu tinggi dan berbadan sedang. Kulitnya cokelat dan rambut dibelah tengah, tidak terlalu panjang."

SERING SAKIT-SAKITAN
Berbeda dengan Rahayu yang tegar, sang suami, Aji Hermawan (50) justru sangat terpukul. Begitu terpukulnya, ia mengaku gemetaran saat pertama kali mendengar kabar itu dari istrinya. "Saya akan mengambil bakso di kawasan Sudirman. Belum sampai di tempat tujuan, saya dapat telepon dari istri," ujar Aji kepada NOVA di rumahnya, Kamis (18/12).

Aji menepikan sepeda motornya. Pria yang baru sekitar dua bulan dagang mi ayam di Stasiun Citayam ini mendapat kabar duka. "Pak segera pulang, Dedy meninggal dan Melani di rumah sakit," ujar Aji menirukan ungkapan Rahayu.

Berita ini membuat Aji limbung. Ia mengaku tak bisa mengemudikan sepeda motornya dengan baik. Ia sempat menabrak mobil di kawasan Pejaten. "Saya berdoa agar diberi kekuatan. Tapi, saya tak kuat naik sepeda motor. Lalu, sepeda motor saya titipkan di Unas, kampus anak saya nomor dua yang bernama Ian," ujar bapak empat anak ini.

Akhirnya, Aji naik taksi. "Di tengah perjalanan, saya dapat telepon lagi dari istri. Dia menyarankan, saya sebaiknya mengurus Melani yang dibawa Pak RW ke rumah sakit, Jakarta. Toh, Dedy sudah ada yang ngurus." Hampir bersamaan, Pak RW juga mengabarkan rumah sakit tempat Melani di rawat. "Saya pun meluncur ke sana. Setelah Melani dirawat dokter, saya ke RS PMI, tempat Dedy divisum."

Pandangannya seolah tak percaya ketika melihat, Dedy benar-benar sudah meninggal. "Saya tak menyangka, Dedy pergi secepat itu. Saya sangat dekat dengannya. Ketimbang anak-anak yang lain, saya memang memperlakukan Dedy berbeda. Maklum fisiknya termasuk lemah."

Menurut Aji, semasa hidupnya Dedy sering sakit-sakitan. " Ibaratnya, dia tidak ada waktu untuk sehat. Baru seminggu sembuh, dia sakit lagi. Fisiknya memang lemah sekali. Mungkin karena dia lahir prematur, tujuh bulan dalam kandungan. Beratnya hanya 1,6 kg dan harus masuk inkubator. Sudah begitu, waktu itu saya tidak kerja. Boleh dibilang Dedy sengsara terus," kenang Aji.

NATAL TERASA SEPI
Melihat kondisi anaknya, Aji sempat ingin menyekolahkan anaknya di SLB. Namun, pihak sekolah tidak menerimanya.
"Menurut para guru, sebenarnya Dedy normal. Saya bersyukur Dedy bisa masuk sekolah biasa dan menamatkannya SMA-nya, meski nilainya pas-pasan."

Karena kondisinya ini, lanjut Aji, Dedy tidak pintar bergaul. Sebaliknya, Dedy senang menyendiri. Namun, beberapa bulan menjelang hari-hari akhirnya, Dedy menunjukkan perkembangan membaik. Hal ini diawali menjelang bulan puasa lalu, saat Aji membuka usaha mi ayam di Stasiun Citayam. "Dedy yang membantu saya. Senang sekali dia bisa mencuci mangkuk dan gelas kotor. Lebih senang lagi, dia berani menyapa pembeli," kata Aji dengan mata berbinar.

Sinar mata Aji sesaat meredup ketika menceritakan Aji sempat mengeluh sakit beberapa hari sebelum hari naas itu. "Katanya dia deg-degan. Saya katakan, mungkin dia kebanyakan minum manis. Saya sarankan agar dia banyak minum air putih saja. Eh, esoknya dia kembali mengeluh hal yang sama. Malamnya, saya ajak dia berdoa bersama," ujar Aji seraya mengatakan sehari sebelum meninggal, Dedy berulang tahun ke-23. "Rencananya, minggu berikutnya dia dan adik-adiknya saya ajak ke Ancol."

Di balik kelemahan fisiknya, papar Aji, Dedy adalah sosok anak yang taat beribadah. Tiap hari Minggu, Dedy selalu ke gereja. "Biasanya kami sekeluarga berangkat kebaktian sama-sama. Kalau saya capek dan tidak bisa bangun pagi, dia ke gereja sendiri. Malah dia selalu mengingatkan agar saya ikut kebaktian jam berikutnya."

Itu sebabnya, menurut Aji, Natal kali ini terasa sepi tanpa kehadiran Dedy. Tahun-tahun sebelumnya, keluarga ini merayakan Natal bersama-sama di gereja. Setelah itu, malamnya ada semacam renungan di antara keluarga. Begitu pula saat kebaktian syukur pas Tahun Baru. "Kami saling minta maaf kalau ada kesalahan. Mungkin terasa menyesakkan, menjelang Natal yang bermakna kelahiran Tuhan Yesus ini, bagi keluarga kami kali ini justru ada kematian," tuturnya sembari menundukkan wajah.

SOPAN DAN RAJIN KERJA
Sampai sekarang Aji tak habis pikir, kenapa pembantunya tega berbuat seperti itu. Aji masih ingat jelas ketika pembantunya itu datang pertama kali ke rumahnya. "Sebelumnya saya minta tolong kenalan saya untuk mencarikan pembantu lelaki. Saya, kan, bermaksud mengembangkan usaha mi. Nah, pembantu itu ingin saya jadikan leader. Kalau dia sudah bisa jalan sendiri, saya berencana mencari tempat baru," ujar Aji yang sebelumnya bekerja di sebuah toko swalayan. Namun, ia mengajukan pensiun dini karena alasan kesehatan.

Begitulah, akhirnya sang kenalan membawa pria yang mengaku bernama Din Susilo. "Sekarang saya yakin, itu bukan nama sebenarnya," ujar Aji yang terkesan sikap sopan Din. "Orangnya sopan dan tampak lugu. Dia mengaku baru saja lulus SMEA. Makanya dia mengaku belum punya KTP. Namun, waktu itu saya enggak curiga karena yang membawa, kan, kenalan saya. Katanya, dia tetangga kampung kenalan saya itu di Lampung."

Selain sopan, Din juga rajin kerja. Pagi-pagi, Din sudah memotong-motong ayam untuk persiapan dagang. "Dia ngerti apa yang mesti dikerjakan, tanpa banyak disuruh. Waktu dagang pun, dia sopan pada pembeli. Saya katakan, dialah yang nanti jadi leader usaha ini. Saya nasihati dia agar rajin dan jujur karena itulah kunci orang sukses. Tak saya sangka balasannya seperti ini."

Harapan Aji sekarang, petugas sesegera mungkin menangkap Din. "Saya selalu berdoa agar Tuhan mengasihi Din, mudah-mudahan Din segera bertobat dan tidak mengulangi lagi perbuatannya." Harapan sama disampaikan Rahayu. "Kami sekeluarga tentu lega bila pelaku cepat tertangkap. Dan saya tentu terus berdoa, semoga Tuhan memberi kesembuhan pada Melani."

AKIBAT KEKERASAN TUMPUL
Saat dihubungi NOVA, Kamis (18/12) Kapolsek Bojonggede AKP Ngadi mengungkapkan, pihaknya terus melakukan pengejaran. Pihaknya juga menyelidiki alat yang digunakan pelaku untuk menghabisi Dedy. Martil dan sebilah golok yang ditemukan tak jauh dari TKP disimpan petugas. "Memang belum pasti alat itu yang digunakan. Hanya saja kami perlu antisipasi lebih dulu. Seprai yang penuh bercak darah yang ditemukan di kamar Mei juga kami jadikan barang bukti," ujar Ngadi.

Yang pasti, dari hasil visum, Dedy meninggal karena benda tumpul. Ngadi mengungkapkan, Dedy mengalami luka terbuka, lecet, dan memar di wajah. leher, dada, perut, akibat kekerasan tumpul. "Ditemukan pula patahnya tulang tengkorak dan tulang atap bola mata kiri yang berakibat perdarahan di bawah selaput lunak otak," papar Ngadi.

Sumber : http://www.tabloidnova.com/articles.asp?id=3325&no=2

Selengkapnya!


PEMBANTU KESAL, SI ADIK TEMUI AJAL


Kesal karena tangis bayi yang diasuhnya tak kunjung berhenti, pembantu muda usia ini malah memukuli dan membanting anak berusia sembilan bulan itu hingga meninggal.

Kamis (8/1) pagi di Perumahan Vila Nusa Indah, Desa Bojongkulur, Kecamatan Gunung Putri, Bogor (Jabar). Di sebuah rumah, kesibukan sudah terasa. "Jam enam pagi, Bapak dan Ibu berangkat ke Jakarta. Bapak mau kerja dan Ibu ke rumah ibunya. Anak sulungnya juga diajak," kisah Sri Wahyuni (17), pembantu rumah tangga keluarga itu saat ditemui NOVA dalam dua kali kesempatan.

Yang dimaksud Sri, majikannya itu adalah pasangan Salman Ansori dan Salmiah. Begitulah, Sri yang baru sebulan bekerja di rumah keluarga Salman hanya tinggal berdua bersama Muhammad Taufik Alfarizi (9 bulan), anak bungsu majikannya. "Sebelumnya Ibu pesan supaya saya hati-hati menjaga Adik," kata Sri dengan jawaban pendek-pendek.

Satu jam kemudian, "Adik rewel," cetus Sri. Diakui Sri, ia berusaha keras menenangkan Taufik. "Saya gendong-gendong tetap saja nangis. Lalu, saya membuat susu buat Adik. Biasanya, sih, ia langsung diam. Tapi, kali ini dia terus saja nangis. Saya jadi bingung," keluh remaja kelahiran Lampung Tengah ini.

TANGIS LANGSUNG BERHENTI
Dikatakan Sri, selama sebulan mengasuh, baru kali ini Taufik rewel. "Saya, kan, tidak sekali ini menjaga Adik. Dalam seminggu, bisa satu atau dua kali, Bapak dan Ibu ke Jakarta. Dan pulangnya baru malam hari. Makanya saya bingung kenapa Adik terus nangis," kata Sri.

Bungsu dua bersaudara ini menduga, bisa jadi Taufik menangis karena baru saja sembuh dari sakit. "Adik belum lama sakit pilek dan batuk." Kendati demikian, Sri mengaku kehilangan akal bagaimana caranya menenangkan Taufik. "Segalanya sudah saya coba. Namun, tak berhasil."

Hampir tiga jam Sri berusaha. Lama-kelamaan ia hilang kesabaran. "Adik saya pukul mulutnya agar cepat diam. Lalu, tubuhnya juga saya pukuli," kata Sri sambil menundukkan wajah. Bukannya diam, tentu saja tangis Taufik justru kian keras. Gadis
bertubuh kurus ini tambah kesal. "Adik saya angkat dan saya banting ke kasur di kamar saya."
Yang dimaksud Sri, kasur itu tanpa dipan dan diletakkan di lantai. Kasurnya pun menurut Sri tipis. Kali ini, tangis Taufik memang langsung berhenti. Akan tetapi, Sri mengaku sangat kebingungan. "Adik kejang-kejang sampai 15 menit. Lalu, seluruh tubuhnya membiru. Saya panik bercampur takut."

Lantaran takut pula, Sri tak terpikir untuk minta tolong tetangga sekitarnya. Ia hanya bisa melihat Taufik tanpa bisa berbuat apa-apa. Ketakutannya semakin bertambah ketika Taufik benar-benar diam. "Adik sudah enggak napas lagi. Saya tahu Adik sudah meninggal," lanjutnya dengan mata basah.

Sampai di sini, Sri mengaku tak bisa berbuat apa-apa. Yang ia lakukan hanya memindahkan si kecil dari kamarnya ke ruang tengah. Sampai sore ia mengaku hanya bisa memandang Taufik. "Saya juga tak bisa bekerja. Pokoknya diam saja sambil nungguin Adik."

BANTU ORANG TUA
Tak terlintas di pikiran Sri untuk kabur. Pikiran sederhananya hanya mengatakan, ia akan membohongi majikannya demi menyelamatkan diri. Sebelum majikannya pulang, "Saya ke rumah Pak Supri, kakak Pak Salman di Tangerang naik taksi. Saya katakan Adik meninggal setelah jatuh dari ayunan. Saya tahu rumah Pak Supri karena sebelumnya beberapa kali diajak Ibu ke sana," terang Sri.

Lantas, Supri mengabarkan kejadian ini pada orang tua Taufik. Mereka curiga ada yang tidak beres dengan kondisi Taufik sampai akhirnya lapor ke Polsek Gunung Putri. Sri pun harus meringkuk di terali besi. "Sungguh saya menyesal. Saya tak berniat menyakiti Adik. Semua ini saya lakukan karena saya kesal dan bingung."

Sama sekali Sri tak mengira bakal menghabiskan sebagian usianya di dalam penjara. Padahal, ia datang ke Jakarta demi membantu orang tuanya di kampung halaman di Desa Astomulyo, Lampung Tengah. "Saya akui memang bandel waktu di rumah. Saya sering bolos sekolah dan hanya main di rumah teman. Makanya, kelas 2 SMU saya putuskan keluar sekolah," kenang Sri.

Pertimbangan Sri keluar, "Saya kasihan sama orang tua. Bapak dan Ibu hanya kerja jadi tani. Penghasilannya enggak besar. Kalau saya sekolah enggak bener, kasihan mereka yang kerja keras untuk cari biaya sekolah. Selama tidak sekolah, saya bantu-bantu membereskan rumah."

Tak lama kemudian, kakak ipar Sri yang tinggal di Tangerang datang ke Lampung. Sang kakak mengatakan, ada orang yang butuh pembantu. "Dia menawari saya. Ya sudah, saya pun mau. Kebetulan saya memang ingin kerja untuk membantu orang tua," ujar Sri yang mengaku baru pertama kali pisah dari orang tua. "Memang awalnya saya takut, tapi saya ingin mandiri."

Keinginan ini Sri sampaikan pada orang tuanya, pasangan Slamet dan Siti. "Mereka mengizinkan. Ibu berpesan, agar saya jaga diri baik-baik," lanjut Sri yang Desember lalu bersama kakak iparnya berangkat ke Jakarta. Lima hari kemudian, "Saya dijemput Bapak. Saya pun mulai bekerja."

INGIN MINTA MAAF
Oleh majikannya, Sri mendapat penjelasan apa saja yang harus dikerjakan. "Tugas utamanya beres-beres rumah dan jaga adik. Pagi bangun jam setengah lima saya nyuci dan mulai bersih-bersih. Terkadang saya membantu Ibu masak. Nyaris enggak ada waktu istirahat. Saya baru tidur jam sepuluh malam," kata Sri.

Diakui Sri, pekerjaannya memang berat. Apalagi, selama ini ia belum pernah bekerja. Ditambah lagi, ia harus mengasuh bayi yang merupakan pengalaman pertamanya. "Sebelumnya Ibu mengajari bagaimana ganti popok Adik, buat susu dan bubur instan. Memang repot ngurus Adik, apalagi kalau ditinggal Ibu. Saya harus terus nungguin. Kalau Adik sudah tidur, baru saya mengerjakan pekerjaan lain."

Kendati demikian, Sri tak mengeluh. Ia berusaha melakukan pekerjaannya dengan baik. Itu sebabnya, lanjut Sri, selama ini majikannya tak pernah bersikap keras. "Saya enggak pernah dimarahi, baik oleh Bapak atau Ibu. Mereka baik, kok. Makanya saya ingin minta maaf pada mereka," ujarnya dengan nada lirih.

Hingga sekarang, Sri mengaku tak habis pikir kenapa ia bisa melakukan perbuatan itu. Padahal, ia mengaku sayang sama anak-anak. "Kenapa saya harus jengkel pada Adik? Dia, kan, enggak salah. Wajar anak kecil nangis, apalagi Adik baru saja sembuh. Sering saya terbayang wajahnya yang lucu. Kasihan, dia meninggal gara-gara perbuatan saya," sesal Sri sambil menatap lantai.

Sri tak tahu apa yang akan ia lakukan setelah bebas nanti. "Sebenarnya saya masih ingin kerja lagi. Tapi, belum tahu kerja apa. Mungkin jadi pembantu lagi," ujar Sri yang mendapat gaji pertama Rp 200 ribu. "Saya belum sempat mengirimkan pada Ibu. Inginnya, sih, saya kirim setelah duit terkumpul."

SELALU INGAT IBU
Lantas apa yang diinginkan Sri saat ini? "Bertemu dengan Ibu," jawabnya. Lalu, Sri menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Butir air bening mengalir di pipinya. Ia mengaku sangat menyesali perbuatannya. "Saya telah mengecewakan Ibu. Saya tidak bisa menjaga diri seperti yang dikatakannya."

Menurut Sri, orang tuanya memang sudah mengetahui masalah ini. "Bapak sudah datang dari Lampung, tapi tidak bersama Ibu. Tak banyak yang diomongkan. Bapak hanya minta agar saya tabah menghadapi masalah ini. Sungguh saya merasa bersalah pada orang tua," kata Sri.

Sri kembali ingat pada kampung halamannya. Di sana, ia biasa bermain-main bersama sahabatnya. "Terkadang saya membantu Ibu. Saya enggak tahu bagaimana sekarang kondisinya. Sekarang saya selalu ingat Ibu," ujar Sri yang mengaku tidak suka nonton teve. Namun, Sri belum ada hasrat untuk kembali ke kampung halaman. "Saya masih ingin kerja di Jakarta. Entah nanti jadi apa. Mungkin saya mau jadi pembantu lagi."

"SEMUA INI RAHASIA TUHAN"
Meninggalnya Taufik membuat orang tuanya, pasangan Salman Ansori (34) dan Salmiah (34) sangat terpukul. "Air mata saya rasanya sudah kering," ujar Salman saat ditemui Senin (19/1). Untuk menenangkan diri, lanjut Salman, selama beberapa hari ia mengajak istrinya ke tempat guru ngajinya di kawasan Ciawi. "Sekarang, saya dan istri sudah agak tenang. Semua ini adalah rahasia Tuhan."

Dikisahkan Salman, pagi itu berangkat ke kantor di Kecamatan Grogol mengendarai mobil. Istri dan anak sulungnya, Anisa (3) juga ikut. "Istri saya mau menjenguk ibunya yang sakit di kawasan Utan Kayu. Si kecil saya percayakan pada pembantu," ujar aparat Sudin Trantib Jakarta Barat ini.

Malam itu mereka tidak bisa pulang. "Ada saja halangan yang membuat kami tidak bisa pulang. Waktu mau pulang kantor, tiba-tiba saya ada pemberitahuan rapat di Balai Kota sampai setengah sebelas malam. Habis itu, baru saja mobil berjalan, eh tiba-tiba mogok. Saya juga tak bisa kontak istri karena batere ponsel saya habis."

Menurut Salman, keesokan harinya istri dan Anisa pulang naik angkutan umum. Di tengah perjalanan, Salmiah dapat telepon dari kakak Salman, Supriyanto, yang mengabarkan Taufik meninggal karena jatuh dari ayunan. Segera saja Salmiah turun dari angkot dan ganti naik taksi. Benar saja, "Taufik ternyata sudah meninggal," cetus pria berdarah campuran Batak dan Bengkulu ini.

SI KECIL SUDAH LENGKET
Hari itu juga, jasad Taufik disemayamkan di rumah neneknya di Jln. Latumeten II. Jumat (9/1), jenazah Taufik dimakamkan di TPU Karet Bivak. Semula, keluarga percaya saja omongan pembantu. Namun, belakangan mereka curiga karena sekujur tubuh Taufik biru-biru. "Lantas, Sri diinterogasi adik saya, Ucok. Akhirnya, dia mengaku yang menyebabkan Taufik meninggal. Mengetahui hal itu saya sangat syok. Sungguh tak saya sangka," ujar Salman yang kemudian menyerahkan Sri pada polisi.

Bagi Salman, kepergian Taufik merupakan pukulan besar. "Tuhan mengambil yang terbaik dari saya. Taufik begitu pintar dan sehat. Dia juga tampan sekali. Tapi, saya yakin, Taufik sudah mendapat tempat di sorga," jelasnya dengan suara bergetar.
Anak ke-3 dari 5 bersaudara ini mengungkapkan, tak ada yang aneh sebelum mereka pergi. Biasanya, Taufik suka rewel bila ditinggal pergi, tapi pagi itu justru tenang. "Wajahnya tampak ikhlas. Makanya kami tenang meninggalkan dia. Apalagi, selama ini dia juga sudah dekat dengan Sri."

Diakui Salman, selama ini Sri menunjukkan sikap sopan. Selain itu, Sri juga tampak sayang pada Taufik. "Dia sudah bisa menyuapi dan membuat minuman buat Taufik. Tampaknya Taufik juga lengket banget sama dia. Makanya, saya tidak menyangka Sri bisa berbuat keji seperti itu," kata lulusan STPDN ini.

Yang membuat Salman tak percaya, ia sekeluarga berusaha memperlakukan Sri dengan baik. Bahkan, Sri sering diajak ke tempat wisata. "Begitu dekatnya, bahkan waktu tidur di hotel, kami sama-sama satu kamar. Saya tak ingin membeda-bedakan. Saya, istri, dan Anisa di tempat tidur utama. Lalu, saya sewa tempat tidur cadangan. Dia tidur bersama Taufik."

Salman dan istri juga berusaha memperhatikan kesejahteraan Sri. Bila ditinggal pergi, Salman selalu memberi uang saku. "Kebutuhannya selalu saya cukupi. Kami selalu berusaha bersikap baik," katanya seraya mengungkapkan istrinya menangkap firasat buruk sebelum kejadian ini. Bila Salman dan istrinya baru saja pulang bepergian, "Istri saya memperhatikan betul, bagaimana Taufik berusaha cepat-cepat merangkak mendekati kami. Kayaknya, sih, kangen banget."

Yang membuat batin Salman teriris, ketika jenazah Taufik dimakamkan, Anisa yang ikut mengantar memanggil-manggil adiknya. "Dia bilang, adik jangan dikubur. Bayangkan saja, orang tua mana yang kuat mendengar itu semua," katanya dengan mata memerah. Belakangan, Anisa kerap meniru tingkah laku adiknya. "Misalnya saja Anisa suka nyembur seperti Taufik."

Satu pelajaran penting coba dipetik Salman. "Saya dan istri berusaha untuk tidak meninggalkan anak walau hanya sedetik. Pokoknya, anak perlu terus diawasi. Saya memang tidak trauma punya pembantu, tapi akan hati-hati sekali," kata Salman yang sejak Minggu (18/1) sudah kembali ke rumahnya di Vila Nusa Indah.

Sementara itu, Kapolsek Gunung Putri AKP Sartono didampingi Kanitreskrim Iptu Heppy Hanafi mengungkapkan, kasus ini terbongkar berkat laporan Salman, ayah Taufik yang mencurigai kematian anaknya. Semula Sri mengaku Taufik jatuh dari ayunan. "Belakangan tersangka mengaku menganiaya korban sampai meninggal," ujar Sartono.

Menurut Sartono, karena jasad Taufik belum sempat divisum, Kamis (15/1), makam Taufik dibongkar. "Autopsi perlu dilakukan untuk memperkuat bukti," tegas Sartono. Itu sebabnya, Kamis (15/1), makam Taufik dibongkar yang dipimpin langsung oleh Sartono. Autopsi dilakukan di RS PMI Bogor. Sartono menjerat Sri melanggar pasal 351 ayat 3 KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan meninggal.

Sumber : http://www.tabloidnova.com/articles.asp?id=3325&no=2


Selengkapnya!

Di Balikpapan, Pembantu Memperkosa Anak Majikan


Kapanlagi.com - Kasus ini agaknya jadi peringatan, agar orangtua jangan terlalu cepat percaya kepada orang di sekelilingnya. Seorang pembantu rumah tangga di Balikpapan yang dianggap keluarga sendiri tega memperkosa anak majikannya yang masih di bawah umur.

Kepala Unit Reserse dan Kriminal (Kanit Reskrim) Mapolsekta Balikpapan Utara, Iptu. Sugeng Irianto, di Balikpapan, Kamis menjelaskan bahwa tersangka Taufik Setiawan alias Ole (21) kini sudah diamankan.

Orangtua korban memperkerjakan Taufik untuk mengantar-jemput korban ke sekolah, sebut saja Bunga (12), warga Karang Jati, Balikpapan Tengah.
Namun, Taufik yang sudah dianggap keluarga sendiri itu bukannya menjaga korban namun justru jadi "pagar makan tanaman" sehingga tega memperkosa gadis masih sekolah di sebuah SLTP itu.

Berdasarkan pengakuan tersangka bahwa kasus perkosaan terjadi pada malam hari, April 2007. "Saat saya lagi tidur di kamar, ternyata tiba-tiba dia sudah ada dihadapan saya, padahal kamar tersebut sudah saya kunci," kata korban dengan lesunya.
Tersangka akhirnya memperkosa korban dengan ancaman agar tidak menjerit serta menceritakan hal itu dengan orang lain.

"Peristiwa perkosaan ini kejadiannya agak lama, dan baru terungkap ketika korban menuturkan masalah itu beberapa hari lalu dengan sepupunya An (14), yang meneruskan cerita itu kepada ibunya atau tante korban," katanya.
Berdasarkan pengakuan korban yang "Curhat" (mencurahkan isi hati) itu, maka keluarga korban sepakat melaporkan peristiwa perkosaan ini kepada aparat Polsekta Balikpapan Utara, hari ini (21/6).

Rudi (40), ayah korban mengaku tidak habis pikir dengan tindakan tersangka, mengingat alasannya dia memperkerjakan Taufik karena dianggap keluarga sendiri, serta merasa kasihan karena dia berasal dari keluarga tidak mampu.
"Maksud kami ingin menolong keluarganya, malah dibalas dengan perbuatan bejad tersangka sehingga kami berharap agar dia mendapat hukuman setimpal," katanya. (*/rsd)

Sumber : http://www.kapanlagi.com/h/0000177772.html

Selengkapnya!