KEKERASAN TERHADAP MAJIKAN

Dari beberapa kasus, ada pula kekerasan yang dilakukan Pembantu Rumah Tangga (PRT) terhadap majikannya

    GABUNG HARI INI BERSAMA SEKOLAH INTERNET MARKETING TERBESAR DI INDONESIA

    DAPATKAN DISCOUNT 25% UNTUK BULAN PERTAMA

    _______________________________________________________________________

Kamis, 09 Agustus 2007


Pembantu Baru Pembawa Petaka

"HANYA SEBENTAR KAMI BERSAMA SI KECIL AMANDA"


Baru dua hari bekerja di rumah majikannya seorang pembantu rumah tangga (PRT) tega menghabisi anak majikan. Hanya gara-gara si anak rewel. Peringatan bagi suami-istri yang bekerja.

Kota Bandung begitu mendung Sabtu (28/1) lalu. Suasana muram kota semakin tampak di sebuah rumah di Jalan Antapani Lama Gang Abah. Penghuni rumah menunjukkan wajah-wajah duka, terutama pasangan Nuriman (31) dan Neneng Faridatus Sholihah (25). Wajah mereka begitu berkabut.

"Belum lama ini anak pertama yang kami rindukan, Amanda Talitha Zakiyah (2,5 bulan) meninggal. Tak saya sangka, dia meninggal dibunuh Euis, pembantu kami," tutur Neneng saat ditemui di rumah orang tuanya.

Neneng menghela napas panjang. Sesaat kemudian, ia melanjutkan rintihannya, "Rasanya enggak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Perasaan saya sangat sedih. Bayangkan, saat terakhir kali bertemu Amanda, dia masih sehat dan ketawa-ketawa. Hanya tiga jam kemudian, dia sudah meninggal," ujar Neneng yang saat wawancara ditemani suami dan kerabatnya.

KABAR DUKA SAAT MENGAJAR
Cerita duka itu terjadi di rumah Neneng di Perumahan Mustika Jaya, Bantar Gebang, Bekasi. Hari itu Rabu, Rabu (25/1), seperti biasa Neneng berangkat mengajar di SD Al Azhar, Bekasi. Biasanya ia pergi bersama suaminya yang bekerja di sebuah perusahaan asing. "Saya berangkat lebih cepat karena ada acara tadarusan di sekolah. Saya naik ojek," tutur Neneng mengisahkan.

Sang suami, sebelum berangkat kerja lebih dulu mengantarkan ibunda Neneng, ke terminal. "Ibu akan akan pulang ke Bandung setelah beberapa hari mengajari Euis bagaimana cara merawat bayi. Mulai dari mandiin, memberi susu botol, hingga menidurkan. Euis memang perlu diajari karena baru dua hari kerja di rumah kami," papar perempuan berkulit bersih ini.

Tanpa firasat apa pun, Neneng dengan tenang mengajar. Sekitar tiga jam kemudian, saat mengajar Neneng menerima telepon dari Ny. Iwan, tetangga sebelah rumah. "Bu Iwan minta agar saya cepat pulang. Katanya, bibir Amanda biru. Begitu menutup telepon, saya bertanya-tanya kenapa Amanda seperti itu."

Dengan rasa waswas, Neneng minta izin pada atasannya. Sekian detik kemudian, Ny. Iwan kembali menelepon. Kali ini, dada Neneng berdebar kencang. Tetangganya itu mengabarkan agar Neneng secepatnya pulang karena rumahnya ada kejadian gawat darurat. "Setelah dapat izin pulang, saya menelepon suami saya agar dia juga segera pulang. Perasaan saya sudah tak karuan."

Sampai rumah, jantung Neneng serasa mau copot melihat tetangganya sudah ramai berdatangan. Begitu masuk ke rumah, Neneng langsung menjerit histeris menyaksikan pemandangan yang mengenaskan. Berkali-kali ia memukul dinding kamarnya. "Bayangkan, Amanda sudah meninggal."

Neneng segera saja menanyai pembantunya. Namun, Euis menjawab seakan tanpa salah. "Enggak tahu Bu. Setelah saya mandiin, adek lantas meninggal," ujar Euis seperti ditirukan Neneng. "Euis menjawab dengan ringan sambil mengeringkan rambutnya. Wajahnya juga seperti orang tak bersalah," tutur Neneng yang begitu terpukul.

TERDAPAT LUKA MEMAR
Tak lama kemudian, suaminya sampai di rumah. Para tetangga pun berinisiatif membawa si kecil Amanda ke Rumah Sakit (RS) Mitra Keluarga, Bekasi. Sayup-sayup Neneng mendengar, ada yang mengatakan bayinya tengah mati suri. "Sepertinya ada secercah harapan," kata Neneng yang saat itu langsung pingsan.

Harapan Neneng tinggal harapan. Amanda telah meninggal. Dokter melihat, hidung Amanda menghitam. Di belakang leher juga terdapat memar dan leher depan terdapat bekas cakaran kuku. Artinya, Amanda meninggal secara tak wajar. Dokter pun lapor polisi. Tak lama kemudian, polisi datang ke rumah Neneng dan melakukan pemeriksaan. Kecurigaan memang mengarah pada Euis, satu-satunya penghuni rumah.

"Dug, rasanya jantung saya copot. Betapa sakitnya Amanda saat dianiaya Euis. Betapa hancur hati saya. Kenapa bayi masih merah itu harus menerima perlakuan tak senonoh dari Euis," ujar Neneng seraya mengatakan, keesokan harinya jasad Amanda dimakamkan di TPU Gadong Cibuntu. Untuk menenangkan kegalauan hatinya, sorenya Neneng dan suami tinggal di rumah orang tua mereka di Bandung.

Peristiwa ini jelas membuat Neneng amat berduka. "Ternyata, kami hanya sebentar diberi kepercayan bersama Amanda. Padahal, Amanda sedang lucu-lucunya. Kalau diajak bercanda, mulutnya manyun ke kiri dan kanan. Apalagi kalau diberi ASI, matanya sampai melotot-lotot seperti menikmati," kisah Neneng.

Sambil bercerita, Neneng memperlihatkan foto Amanda yang terlihat montok. Foto itu diambil tiga hari sebelum kepergiannya. Tak puas-puasnya Neneng mengamati foto bayi mungil itu. Wajah Neneng kembali murung. "Sebagai umat beragama saya memang memaafkan Euis, tapi dia harus bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya," lanjut alumni IAIN Bandung ini.

Neneng mengungkapkan, memang susah mencari pembantu yang cocok. Sejak hamil, Neneng mengaku sudah punya pembantu. Namun, pembantunya ini memilih keluar. Sampai Neneng melahirkan, ia belum juga dapat pembantu. "Sebelum masuk kerja lagi, saya tak henti-hentinya cari pembantu. Setelah lebaran haji lalu, kakak saya menawari pembantu asal Bogor. Euis mengaku mau bekerja, dari pada mikirin suaminya yang baru saja meninggal. Tak saya sangka, dia malah menimbulkan bencana."

JATUH DARI GENDONGAN
Saat ditemui NOVA Jumat (27/1), Euis Sobariah (31) memang mengaku baru saja ditinggalkan suaminya. "Baru tadi malam peringatan 40 hari meninggalnya suami saya. Nah, saya ingin kerja setelah suami meninggal. Sebenarnya, Ibu dan saudara-saudara melarang saya kerja. Mereka menyuruh saya untuk menenangkan pikiran terlebih dulu. Tapi, saya orangnya ngotot kalau sudah punya kemauan."

Wanita bertubuh kurus ini pantas menyesal, karena keinginan itulah yang kemudian mengantarnya ke tahanan. Euis mengisahkan, ia mulai dijemput Selasa (24/1) pukul 01.00. "Bu Neneng tampak begitu baik saat di depan orang tua saya. Namun, sikapnya berubah ketika saya sampai di rumahnya. Tengah malam itu juga, saya langsung disuruh bekerja. Padahal saya kedinginan dan ngantuk. Tapi, dia memaksa," ujar Euis.

Selama bekerja di sana, lanjut Euis, Neneng sering mengucapkan kata-kata kasar. Selain itu, "Tugas yang satu belum selesai, sudah disuruh mengerjakan yang lain. Begitu terus sampai saya pusing sendiri, mana yang harus dikerjakan dulu? Padahal, awalnya dia bilang tugas saya hanya mengasuh anak."

Kekesalan Euis kian bertambah karena majikan prianya, Nuriman, yang akrab disapa Nunu, juga mengasarinya. Kekesalan Euis mencapai puncaknya pada hari kejadian itu. "Sebelum berangkat kerja, Bu Neneng menyuruh saya membersihkan rumah yang kotor. Dia juga memberi beberapa tugas lain. Padahal enggak usah dikasih tahu, saya juga akan bersihkan," ucapnya kesal.

Setelah Neneng dan Nunu pergi, Euis mengaku mulai bekerja. Ia memandikan Amanda. Lalu, memberinya susu dan menidurkannya di dalam kelambu. "Saat saya sedang mencuci baju, Amanda terbangun dan menangis. Sejak saya datang, anak itu memang sering menangis."
Euis mengaku mematikan mesin cuci dan menggendong Amanda. "Saya gendong dia sambil mengepel. Dia tetap saja menangis. Setelah menutup pintu dapur, saya terpeleset. Amanda terjatuh dari gendongan saya. Dia terbentur tembok," papar Euis.

Melihat anak majikannya terluka, Euis mengaku malah bertambah jengkel. Euis membenturkan wajah Amanda ke tembok berkali-kali. Ia juga memukul punggung bayi. "Hidungnya jadi merah dan mengeluarkan darah. Setelah itu saya bawa ke tempat tidur. Tak lama kemudian, napasnya, tersengal-sengal. Lalu, dia diam seperti meninggal."

Selanjutnya, Neneng mengaku lapor tetangga. "Saya tidak ada niat kabur, kok. Saya menyesal telah membuat Amanda meninggal," jelas Euis yang kapoon jadi pembantu. "Setelah ke luar penjara saya akan kerja di rumah saja, membantu Ibu."

Euis pun diancam melanggar KUHP pasal 351 ayat 3 KUHP. "Sebagai barang bukti, kami mengamankan kaus warna kuning dan celana panjang kaus warna putih milik korban," ujar Kasat Reskrim Polres Metro Bekasi Kompol Suwondo Nainggolan, Sik.

Bercermin dari kasus ini, Nainggolan menyarankan agar pasangan suami istri yang kedua-duanya bekerja, tidak meninggalkan anak hanya dengan pembantu atau pengasuh. "Sebaiknya ada pihak ketiga yaitu famili yang ikut mengawasi, misalnya mertua atau saudara. Memang tidak menjamin sepenuhnya aman karena banyak juga kasus penganiayaan anak yang melibatkan famili. Setidaknya ini pencegahan yang cukup efektif."

Sumber : http://www.tabloidnova.com/articles.asp?id=10814&no=2


Selengkapnya!

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

KEMBALI >>>