KEKERASAN TERHADAP MAJIKAN

Dari beberapa kasus, ada pula kekerasan yang dilakukan Pembantu Rumah Tangga (PRT) terhadap majikannya

    GABUNG HARI INI BERSAMA SEKOLAH INTERNET MARKETING TERBESAR DI INDONESIA

    DAPATKAN DISCOUNT 25% UNTUK BULAN PERTAMA

    _______________________________________________________________________

Kamis, 09 Agustus 2007


PEMBANTU KESAL, SI ADIK TEMUI AJAL


Kesal karena tangis bayi yang diasuhnya tak kunjung berhenti, pembantu muda usia ini malah memukuli dan membanting anak berusia sembilan bulan itu hingga meninggal.

Kamis (8/1) pagi di Perumahan Vila Nusa Indah, Desa Bojongkulur, Kecamatan Gunung Putri, Bogor (Jabar). Di sebuah rumah, kesibukan sudah terasa. "Jam enam pagi, Bapak dan Ibu berangkat ke Jakarta. Bapak mau kerja dan Ibu ke rumah ibunya. Anak sulungnya juga diajak," kisah Sri Wahyuni (17), pembantu rumah tangga keluarga itu saat ditemui NOVA dalam dua kali kesempatan.

Yang dimaksud Sri, majikannya itu adalah pasangan Salman Ansori dan Salmiah. Begitulah, Sri yang baru sebulan bekerja di rumah keluarga Salman hanya tinggal berdua bersama Muhammad Taufik Alfarizi (9 bulan), anak bungsu majikannya. "Sebelumnya Ibu pesan supaya saya hati-hati menjaga Adik," kata Sri dengan jawaban pendek-pendek.

Satu jam kemudian, "Adik rewel," cetus Sri. Diakui Sri, ia berusaha keras menenangkan Taufik. "Saya gendong-gendong tetap saja nangis. Lalu, saya membuat susu buat Adik. Biasanya, sih, ia langsung diam. Tapi, kali ini dia terus saja nangis. Saya jadi bingung," keluh remaja kelahiran Lampung Tengah ini.

TANGIS LANGSUNG BERHENTI
Dikatakan Sri, selama sebulan mengasuh, baru kali ini Taufik rewel. "Saya, kan, tidak sekali ini menjaga Adik. Dalam seminggu, bisa satu atau dua kali, Bapak dan Ibu ke Jakarta. Dan pulangnya baru malam hari. Makanya saya bingung kenapa Adik terus nangis," kata Sri.

Bungsu dua bersaudara ini menduga, bisa jadi Taufik menangis karena baru saja sembuh dari sakit. "Adik belum lama sakit pilek dan batuk." Kendati demikian, Sri mengaku kehilangan akal bagaimana caranya menenangkan Taufik. "Segalanya sudah saya coba. Namun, tak berhasil."

Hampir tiga jam Sri berusaha. Lama-kelamaan ia hilang kesabaran. "Adik saya pukul mulutnya agar cepat diam. Lalu, tubuhnya juga saya pukuli," kata Sri sambil menundukkan wajah. Bukannya diam, tentu saja tangis Taufik justru kian keras. Gadis
bertubuh kurus ini tambah kesal. "Adik saya angkat dan saya banting ke kasur di kamar saya."
Yang dimaksud Sri, kasur itu tanpa dipan dan diletakkan di lantai. Kasurnya pun menurut Sri tipis. Kali ini, tangis Taufik memang langsung berhenti. Akan tetapi, Sri mengaku sangat kebingungan. "Adik kejang-kejang sampai 15 menit. Lalu, seluruh tubuhnya membiru. Saya panik bercampur takut."

Lantaran takut pula, Sri tak terpikir untuk minta tolong tetangga sekitarnya. Ia hanya bisa melihat Taufik tanpa bisa berbuat apa-apa. Ketakutannya semakin bertambah ketika Taufik benar-benar diam. "Adik sudah enggak napas lagi. Saya tahu Adik sudah meninggal," lanjutnya dengan mata basah.

Sampai di sini, Sri mengaku tak bisa berbuat apa-apa. Yang ia lakukan hanya memindahkan si kecil dari kamarnya ke ruang tengah. Sampai sore ia mengaku hanya bisa memandang Taufik. "Saya juga tak bisa bekerja. Pokoknya diam saja sambil nungguin Adik."

BANTU ORANG TUA
Tak terlintas di pikiran Sri untuk kabur. Pikiran sederhananya hanya mengatakan, ia akan membohongi majikannya demi menyelamatkan diri. Sebelum majikannya pulang, "Saya ke rumah Pak Supri, kakak Pak Salman di Tangerang naik taksi. Saya katakan Adik meninggal setelah jatuh dari ayunan. Saya tahu rumah Pak Supri karena sebelumnya beberapa kali diajak Ibu ke sana," terang Sri.

Lantas, Supri mengabarkan kejadian ini pada orang tua Taufik. Mereka curiga ada yang tidak beres dengan kondisi Taufik sampai akhirnya lapor ke Polsek Gunung Putri. Sri pun harus meringkuk di terali besi. "Sungguh saya menyesal. Saya tak berniat menyakiti Adik. Semua ini saya lakukan karena saya kesal dan bingung."

Sama sekali Sri tak mengira bakal menghabiskan sebagian usianya di dalam penjara. Padahal, ia datang ke Jakarta demi membantu orang tuanya di kampung halaman di Desa Astomulyo, Lampung Tengah. "Saya akui memang bandel waktu di rumah. Saya sering bolos sekolah dan hanya main di rumah teman. Makanya, kelas 2 SMU saya putuskan keluar sekolah," kenang Sri.

Pertimbangan Sri keluar, "Saya kasihan sama orang tua. Bapak dan Ibu hanya kerja jadi tani. Penghasilannya enggak besar. Kalau saya sekolah enggak bener, kasihan mereka yang kerja keras untuk cari biaya sekolah. Selama tidak sekolah, saya bantu-bantu membereskan rumah."

Tak lama kemudian, kakak ipar Sri yang tinggal di Tangerang datang ke Lampung. Sang kakak mengatakan, ada orang yang butuh pembantu. "Dia menawari saya. Ya sudah, saya pun mau. Kebetulan saya memang ingin kerja untuk membantu orang tua," ujar Sri yang mengaku baru pertama kali pisah dari orang tua. "Memang awalnya saya takut, tapi saya ingin mandiri."

Keinginan ini Sri sampaikan pada orang tuanya, pasangan Slamet dan Siti. "Mereka mengizinkan. Ibu berpesan, agar saya jaga diri baik-baik," lanjut Sri yang Desember lalu bersama kakak iparnya berangkat ke Jakarta. Lima hari kemudian, "Saya dijemput Bapak. Saya pun mulai bekerja."

INGIN MINTA MAAF
Oleh majikannya, Sri mendapat penjelasan apa saja yang harus dikerjakan. "Tugas utamanya beres-beres rumah dan jaga adik. Pagi bangun jam setengah lima saya nyuci dan mulai bersih-bersih. Terkadang saya membantu Ibu masak. Nyaris enggak ada waktu istirahat. Saya baru tidur jam sepuluh malam," kata Sri.

Diakui Sri, pekerjaannya memang berat. Apalagi, selama ini ia belum pernah bekerja. Ditambah lagi, ia harus mengasuh bayi yang merupakan pengalaman pertamanya. "Sebelumnya Ibu mengajari bagaimana ganti popok Adik, buat susu dan bubur instan. Memang repot ngurus Adik, apalagi kalau ditinggal Ibu. Saya harus terus nungguin. Kalau Adik sudah tidur, baru saya mengerjakan pekerjaan lain."

Kendati demikian, Sri tak mengeluh. Ia berusaha melakukan pekerjaannya dengan baik. Itu sebabnya, lanjut Sri, selama ini majikannya tak pernah bersikap keras. "Saya enggak pernah dimarahi, baik oleh Bapak atau Ibu. Mereka baik, kok. Makanya saya ingin minta maaf pada mereka," ujarnya dengan nada lirih.

Hingga sekarang, Sri mengaku tak habis pikir kenapa ia bisa melakukan perbuatan itu. Padahal, ia mengaku sayang sama anak-anak. "Kenapa saya harus jengkel pada Adik? Dia, kan, enggak salah. Wajar anak kecil nangis, apalagi Adik baru saja sembuh. Sering saya terbayang wajahnya yang lucu. Kasihan, dia meninggal gara-gara perbuatan saya," sesal Sri sambil menatap lantai.

Sri tak tahu apa yang akan ia lakukan setelah bebas nanti. "Sebenarnya saya masih ingin kerja lagi. Tapi, belum tahu kerja apa. Mungkin jadi pembantu lagi," ujar Sri yang mendapat gaji pertama Rp 200 ribu. "Saya belum sempat mengirimkan pada Ibu. Inginnya, sih, saya kirim setelah duit terkumpul."

SELALU INGAT IBU
Lantas apa yang diinginkan Sri saat ini? "Bertemu dengan Ibu," jawabnya. Lalu, Sri menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Butir air bening mengalir di pipinya. Ia mengaku sangat menyesali perbuatannya. "Saya telah mengecewakan Ibu. Saya tidak bisa menjaga diri seperti yang dikatakannya."

Menurut Sri, orang tuanya memang sudah mengetahui masalah ini. "Bapak sudah datang dari Lampung, tapi tidak bersama Ibu. Tak banyak yang diomongkan. Bapak hanya minta agar saya tabah menghadapi masalah ini. Sungguh saya merasa bersalah pada orang tua," kata Sri.

Sri kembali ingat pada kampung halamannya. Di sana, ia biasa bermain-main bersama sahabatnya. "Terkadang saya membantu Ibu. Saya enggak tahu bagaimana sekarang kondisinya. Sekarang saya selalu ingat Ibu," ujar Sri yang mengaku tidak suka nonton teve. Namun, Sri belum ada hasrat untuk kembali ke kampung halaman. "Saya masih ingin kerja di Jakarta. Entah nanti jadi apa. Mungkin saya mau jadi pembantu lagi."

"SEMUA INI RAHASIA TUHAN"
Meninggalnya Taufik membuat orang tuanya, pasangan Salman Ansori (34) dan Salmiah (34) sangat terpukul. "Air mata saya rasanya sudah kering," ujar Salman saat ditemui Senin (19/1). Untuk menenangkan diri, lanjut Salman, selama beberapa hari ia mengajak istrinya ke tempat guru ngajinya di kawasan Ciawi. "Sekarang, saya dan istri sudah agak tenang. Semua ini adalah rahasia Tuhan."

Dikisahkan Salman, pagi itu berangkat ke kantor di Kecamatan Grogol mengendarai mobil. Istri dan anak sulungnya, Anisa (3) juga ikut. "Istri saya mau menjenguk ibunya yang sakit di kawasan Utan Kayu. Si kecil saya percayakan pada pembantu," ujar aparat Sudin Trantib Jakarta Barat ini.

Malam itu mereka tidak bisa pulang. "Ada saja halangan yang membuat kami tidak bisa pulang. Waktu mau pulang kantor, tiba-tiba saya ada pemberitahuan rapat di Balai Kota sampai setengah sebelas malam. Habis itu, baru saja mobil berjalan, eh tiba-tiba mogok. Saya juga tak bisa kontak istri karena batere ponsel saya habis."

Menurut Salman, keesokan harinya istri dan Anisa pulang naik angkutan umum. Di tengah perjalanan, Salmiah dapat telepon dari kakak Salman, Supriyanto, yang mengabarkan Taufik meninggal karena jatuh dari ayunan. Segera saja Salmiah turun dari angkot dan ganti naik taksi. Benar saja, "Taufik ternyata sudah meninggal," cetus pria berdarah campuran Batak dan Bengkulu ini.

SI KECIL SUDAH LENGKET
Hari itu juga, jasad Taufik disemayamkan di rumah neneknya di Jln. Latumeten II. Jumat (9/1), jenazah Taufik dimakamkan di TPU Karet Bivak. Semula, keluarga percaya saja omongan pembantu. Namun, belakangan mereka curiga karena sekujur tubuh Taufik biru-biru. "Lantas, Sri diinterogasi adik saya, Ucok. Akhirnya, dia mengaku yang menyebabkan Taufik meninggal. Mengetahui hal itu saya sangat syok. Sungguh tak saya sangka," ujar Salman yang kemudian menyerahkan Sri pada polisi.

Bagi Salman, kepergian Taufik merupakan pukulan besar. "Tuhan mengambil yang terbaik dari saya. Taufik begitu pintar dan sehat. Dia juga tampan sekali. Tapi, saya yakin, Taufik sudah mendapat tempat di sorga," jelasnya dengan suara bergetar.
Anak ke-3 dari 5 bersaudara ini mengungkapkan, tak ada yang aneh sebelum mereka pergi. Biasanya, Taufik suka rewel bila ditinggal pergi, tapi pagi itu justru tenang. "Wajahnya tampak ikhlas. Makanya kami tenang meninggalkan dia. Apalagi, selama ini dia juga sudah dekat dengan Sri."

Diakui Salman, selama ini Sri menunjukkan sikap sopan. Selain itu, Sri juga tampak sayang pada Taufik. "Dia sudah bisa menyuapi dan membuat minuman buat Taufik. Tampaknya Taufik juga lengket banget sama dia. Makanya, saya tidak menyangka Sri bisa berbuat keji seperti itu," kata lulusan STPDN ini.

Yang membuat Salman tak percaya, ia sekeluarga berusaha memperlakukan Sri dengan baik. Bahkan, Sri sering diajak ke tempat wisata. "Begitu dekatnya, bahkan waktu tidur di hotel, kami sama-sama satu kamar. Saya tak ingin membeda-bedakan. Saya, istri, dan Anisa di tempat tidur utama. Lalu, saya sewa tempat tidur cadangan. Dia tidur bersama Taufik."

Salman dan istri juga berusaha memperhatikan kesejahteraan Sri. Bila ditinggal pergi, Salman selalu memberi uang saku. "Kebutuhannya selalu saya cukupi. Kami selalu berusaha bersikap baik," katanya seraya mengungkapkan istrinya menangkap firasat buruk sebelum kejadian ini. Bila Salman dan istrinya baru saja pulang bepergian, "Istri saya memperhatikan betul, bagaimana Taufik berusaha cepat-cepat merangkak mendekati kami. Kayaknya, sih, kangen banget."

Yang membuat batin Salman teriris, ketika jenazah Taufik dimakamkan, Anisa yang ikut mengantar memanggil-manggil adiknya. "Dia bilang, adik jangan dikubur. Bayangkan saja, orang tua mana yang kuat mendengar itu semua," katanya dengan mata memerah. Belakangan, Anisa kerap meniru tingkah laku adiknya. "Misalnya saja Anisa suka nyembur seperti Taufik."

Satu pelajaran penting coba dipetik Salman. "Saya dan istri berusaha untuk tidak meninggalkan anak walau hanya sedetik. Pokoknya, anak perlu terus diawasi. Saya memang tidak trauma punya pembantu, tapi akan hati-hati sekali," kata Salman yang sejak Minggu (18/1) sudah kembali ke rumahnya di Vila Nusa Indah.

Sementara itu, Kapolsek Gunung Putri AKP Sartono didampingi Kanitreskrim Iptu Heppy Hanafi mengungkapkan, kasus ini terbongkar berkat laporan Salman, ayah Taufik yang mencurigai kematian anaknya. Semula Sri mengaku Taufik jatuh dari ayunan. "Belakangan tersangka mengaku menganiaya korban sampai meninggal," ujar Sartono.

Menurut Sartono, karena jasad Taufik belum sempat divisum, Kamis (15/1), makam Taufik dibongkar. "Autopsi perlu dilakukan untuk memperkuat bukti," tegas Sartono. Itu sebabnya, Kamis (15/1), makam Taufik dibongkar yang dipimpin langsung oleh Sartono. Autopsi dilakukan di RS PMI Bogor. Sartono menjerat Sri melanggar pasal 351 ayat 3 KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan meninggal.

Sumber : http://www.tabloidnova.com/articles.asp?id=3325&no=2


Selengkapnya!

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

KEMBALI >>>